MEDAN-Rencana pembangunan dan pengembangan tujuh bandara perintis di
Sumatera Utara, diyakini akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi di
provinsi ini hingga 3 kali lipat. Bahkan Medan, yang nantinya menjadi
daerah transit dengan Polonia sebagai hub atau bandara penghubung, ikut
menikmati. “Kalau ini nantinya berhasi, pertumbuhan ekonomi
(terdongkrak) hingga 3 kali lipat,” ungkap pengamat ekonomi dari Unimed,
M Ishak, kemarin (27/9).
Meski demikian, nara sumber di berbagai seminar ekonomi kreatif ini
mengingatkan, investasi bandara perintis baru butuh waktu lama hingga
hasilnya dinikmati masyarakat. Minimal 6 hingga 8 tahun.
Sebelum bandara benar-benar member manfaati optimal untuk masyarakat,
pemerintah daerah akan dibebani biaya yang tidak sedikit. Itu karena
dana pembangunan yang dikucurkan untuk daerah hanya merupakan dana awal,
sedangkan biaya perawatan ditanggung daerah. “Biaya maintenance bandara
terbilang mahal dan harus dilakukan secara kontinu,” ujarnya.
Daerah yang memiliki bandara perintis, juga yang akan membangun
bandara perintis, setidaknya harus memiliki APBD yang sehat. Sebab, dana
minimal yang harus dikeluarkan daerah untuk maintenance itu puluhan
juta perbulan. Mulai dari listrik, air, gaji, hingga perbaikan berbagai
infrastruktur. Tak kalah pentingnya, daerah tersebut harus memiliki
sesuatu yang pantas dijual dan mampu dijual, sehingga bisa menghidupkan
bandaranya.
“Selama ini, kita memiliki berbagai bandara perintis. Tapi tidak
terdengar (gaungnya), karena keuangan daerahnya tidak kuat untuk
menanggung pembiayaan perawatan sementara pelayanan bandara belum
efisien,” ujar Ishak.
Ishak memberi contoh Bandara Sibisa di Prapat. “Walau memiliki Danau
Toba, tetap kesulitan menjaga agar bandara tetap aktif,” ungkapnya.
Karena itu, Ishak berharap agar pemerintah kabupaten/kota di Sumut
tidak membangun bandara perintis sekaligus. Cukup satu, dikuatkan, dan
kemudian membangun bandara perintis lagi di daerah yang lain. “Dampak
bandara perintis dalam perekonomian ini cukup besar dan luas. 1 bandara
perintis, bila bekerja dengan baik, tidak hanya dapat menghidupi daerah
sebelahnya, tetapi bahkan 1 provinsi,” lanjutnya.
Terkait rencana pembangunan bandara perintis di Dairi, Wakil Ketua
Kamar Dagang Indonesia (KADIN) Sumut, Hervian Taher, melihat terbukanya
peluang ekspor dan impor. Apalagi, berbagai bandara tersebut terletak
dikawasan pariwisata yang jaraknya jauh bila di tempuh dengan jalur
darat menuju ibu kota provinsi dan pelabuhan Belawan. “Investor akan
lebih tertarik menanam modal di daerah yang memiliki fasilitas bandara.
Dan bandara ini sangat bagus mengimbangi infrastruktur jalan darat di
Sumut yang sangat kacau,” ungkapnya.
Dibeberkannya, Dairi sebagai daerah penghasil kopi ekspor akan
diuntungkan dengan pendeknya jalur distribusi kopi dari sentra produksi
ke pasar Medan dan ekspor. Artinya, akan memangkas biaya transportasi
dan packaging. “Berarti (meningkatkan) keuntungan buat petani dan
pengusaha kan?” ungkapnya.
Nah, bila operasional bandara penunjang ini sudah berjalan, sudah
selayaknya bila bandara Kualanamu dioperasikan 24 jam, mengikuti
operasional Bandara Polonia. “Menurut survei, masyarakat di Medan ini
mayoritas kelas menengah ke atas. Jadi, yang dibutuhkan bukan lagi
transportasi darat, tetapi udara. Belum lagi berbagai proyek masa depan
di Sumut yang akan berjalan seperti tambang emas Martabe, Seimangke, dan
kalau saya tidak salah akan ada pertambangan lagi di sini,” tutasnya.
Home »
» Bandara Perintis Dongkrak Ekonomi 3 Kali Lipat
Posting Komentar