|
(WOL Photo)
JAKARTA
- Keputusan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Nanggroe Aceh Darussalam
(NAD) untuk menjadikan bendera Gerakan Aceh Merdeka (GAM) sebagai
bendera Aceh menuai reaksi dari berbagai pihak.
Anggota Komisi
III DPR, Eva Kusuma Sundari menilai, keputusan tersebut sangat
kontroversi sebab penetapan tersebut bisa kembali memunculkan konflik di
Aceh.
"Pemerintah
Pusat harus tegas menolak pengesahan Qanun 3/2013 tentang Bendara dan
Lambang Aceh yang menetapkan bendera GAM (Gerakan Aceh Merdeka) sbg
bendera Propinsi. Tidak pada tempatnya Provisi Aceh menggunakan
simbol-simbol yang konsekwensi menjauh dari ber-NKRI," ujar Eva di
Jakarta, tadi malam.
Menurutnya, meski dalam kesepakatan damai
antara GAM dan Indonesia di Helsinki mengatur soal izin lambang GAM
digunakan di Aceh namun hal itu sangat berisiko bagi keutuhan NKRI.
"Walau
kesepakatan Perjanjian Damai Helsinki membolehkan bendera dan simbol
Aceh, tapi Pemprov Aceh harus juga tunduk pada seluruh UU NKRI misalnya
berkaitan dengan UU yang melarang penggunaan bendera organisasi
terlarang termasuk GAM," tegasnya.
Eva menjelaskan, GAM sendiri
bukanlah representasi dari masyarakat Aceh. Pasalnya banyak pihak di
Aceh yang menolak keputusan tersebut salah satunya ormas-ormas di Aceh.
"Patut
disesalkan jika Pemprop Aceh justru membuat keputusan yang dapat memicu
konflik di antara warga Aceh. Sepatutnya Pemprov fokus pada politik
memajukan kesejahteraan rakyat (ECOSOC) daripada mengarahkan energi ke
politik identitas (SIPOL) yang di luar koridor empat pilar MPR,"
tandasnya.
Ketua Komisi A, Adnan Beuransyah mengatakan bahwa
pihaknya tidak akan merubah Qanun Bendera dan Lambang Aceh yang telah
disahkan melalui sidang paripurna DPR Aceh.
"Bendera dan Lambang
Aceh yang telah kita sahkan, merupakan hasil kajian yang mendalam, dan
melibatkan komponen masyarakat dalam proses pembahasannya," katanya
kemarin di hadapan seribuan massa yang memadati halaman gedung DPR Aceh
tersebut.
Ia menjelaskan, Bendera dan Lambang Aceh yang telah
ditetapkan dalam qanun adalah hak Aceh yang termaktub dalam
Undang-undang Pemerintahan Aceh, dan juga tercantum dalam MoU Helsinky.
"Hasil klarifkasi Kemendagri tidak akan mengubah apa yang telah kami
putuskan," tukasnya.
Hal senada disampaikan oleh Wakil Ketua
Komisi A, Nuzahri. Ia menegaskan, jika pusat membubarkan DPR Aceh atas
sikap politiknya mensahkan Qanun Bendera dan Lambang Aceh, maka pihaknya
tetap akan bersikukuh tidak akan mengubah bendera dan lambang yang
telah ditetapkan.
"Jika pusat ingin membubarkan DPR Aceh, kami
siap, dan kami tidak akan mengubah apa yang telah kami putuskan,"
tandasnya yang disambut gemuruh oleh massa. |
Posting Komentar